AGEISME: DISKRIMINASI USIA, HARGA DIRI DAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS LANSIA

Abstract

Anggapan masa tua yang erat dengan ketidakberdayaan menjadi stigma yang melekat pada lansia. Perubahan kemampuan karena usia cenderung memunculkan diskrimasi karena usia atau ageisme. Anggapan dan perlakuan ageisme yang diterima lansia menjadi pemicu menurunnya kesejahteraan psikologisnya. Harga diri yang tinggi diduga mampu memediasi perlakuan ageisme dengan kesejahteraan secara psikologis, sehingga perlu adanya upaya untuk mengukurnya. Tujuan penelitian ini mengungkap korelasi ageisme dengan kesejahteraan psikologis yang dimediasi dengan harga diri. Jenis penelitian ini kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Subjek penelitian lansia yang tergabung dalam komunitas senam lansia di Kabupaten Banyuwangi sejumlah 102 orang. Alat ukur yang digunakan skala ageisme menggunakan ageism scale, dari Ayalon (2019). Skala harga diri menggunakan Rosenberg Self Esteem dari Mayordomo (2019). Skala kesejahteraan psikologis menggunakan The Scale Psychological well-being (SPWB) dari Kovalenco (2018). Analisis data menggunakan analisis jalur (Path Analysis). Hasil analisis jalur menunjukan;1). Ada korelasi langsung negatif signifikan antara ageisme dengan kesejahteraan psikologis. 2). Ada korelasi langsung positif signifikan antara harga diri dengan kesejahteraan psikologis. 3). Ada korelasi tidak langsung negatif signifikan antara ageisme dengan kesejahteraan psikologis melalui harga diri artinya semakin tinggi diskriminasi usia (ageisme) maka semakin rendah kesejahteraan psikologis dan sebaliknya, kemudian semakin tinggi harga diri maka akan diikuti kesejahteraan psikologis, serta harga diri mampu memperlemah korelasi keduanya. Dapat disimpulkan dengan meningkatkan harga diri dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis lansia.